Jumat, 03 April 2009

tassawuf 2

Hakikat dan Sejarah Tasawuf


Hakikat Tasawuf Seringkali tasawuf dituduh sebagai ajaran sesat. Tasawuf dipersepsikan sebagai ajaran yang lahir dari rahim non Islam. Ia adalah ritual keagamaan yang diambil dari tradisi Kristen, Hindu dan Brahmana. Bahkan gerakan sufi, diidentikan dengan kemalasan bekerja dan berfikir. Betulkah?
Untuk menilai apakah satu ajaran tidak Islami dan dianggap sebagai terkena infiltrasi budaya asing tidak cukup hanya karena ada kesamaan istilah atau ditemukannya beberapa kemiripan dalam laku ritual dengan tradisi agama lain atau karena ajaran itu muncul belakangan, paska Nabi dan para shahabat. Perlu analisis yang lebih sabar, mendalam, dan objektif. Tidak bisa hanya dinilai dari kulitnya saja, tapi harus masuk ke substansi materi dan motif awalnya.
Tasawuf pada mulanya dimaksudkan sebagai tarbiyah akhlak-ruhani: mengamalkan akhlak mulia, dan meninggalkan setiap perilaku tercela. Atau sederhananya, ilmu untuk membersihkan jiwa dan menghaluskan budi pekerti. Demikian Imam Junaid, Syeikh Zakaria al-Anshari mendefiniskan.
Kenapa gerakan tasawuf baru muncul paska era Shahabat dan Tabi\'in? Kenapa tidak muncul pada masa Nabi? Jawabnya, saat itu kondisinya tidak membutuhkan tasawuf. Perilaku umat masih sangat stabil. Sisi akal, jasmani dan ruhani yang menjadi garapan Islam masih dijalankan secara seimbang. Cara pandang hidupnya jauh dari budaya pragmatisme, materialisme dan hedonisme.
Khaliq
Imam Ghazali dalam an-Nusrah an-Nabawiahnya mengatakan bahwa mendalami dunia tasawuf itu penting sekali. Karena, selain Nabi, tidak ada satupun manusia yang bisa lepas dari penyakit hati seperti riya, dengki, hasud dll. Dan, dalam pandangannya, tasawuf lah yang bisa mengobati penyakit hati itu. Karena, tasawuf konsentrasi pada tiga hal dimana ketiga-tiganya sangat dianjurkan oleh al-Qur\'an al-karim. Pertama, selalu melakukan kontrol diri, muraqabah dan muhasabah. Kedua, selalu berdzikir dan mengingat Allah Swt. Ketiga, menanamkan sifat zuhud, cinta damai, jujur,sabar, syukur, tawakal, dermawan dan ikhlas.
Demi objektifitas, menilai apakah tasawuf melenceng dari ajaran Islam apa tidak, kita harus melewati beberapa kriteria di bawah ini. Dengan kriteria ini secara otomatis kita bisa mengukur hakikat tasawuf.
Kedua, Menilai secara objektif, jauh dari sifat tendensius dan menggenalisir masalah.
Misalnya dalam dunia sufi dikenal istilah zuhud. Kemudian orang sering salah mengartikan bahwa zuhud adalah benci segala hal duniawi. Zuhud identik dengan malas kerja, dst. Padahal kalau kita teliti dengan sedikit kesabaran tentang apa itu arti zuhud yang dimaksud para sufi, maka kita akan menemukan bahwa zuhud yang dimaksud tidak seperti persepsi di atas. Abu Thalib al-Maki, seorang tokoh sufi, misalnya, punya pandangan bahwa bekerja dan memiliki harta sama sekali tidak mengurangi arti zuhud dan tawakal.
Kenyataan di atas sama sekali tidak berarti mau mengatakan bahwa sejarah sufi, putih bersih. Ada masa-masa dimana sufi atau oknum kaum sufi melenceng dari hakikat ajaran Islam, terutama setelah berkembangnya tasawuf falsafi.
Terjebak pada pola pandang jabariah
· Setelah mengetahui hakikat ajaran tasawuf di atas jelaslah bahwa ajaran tasawuf, adalah bagian dari kekayaan khazanah Islam. Ia bukanlah aliran sesat. Bahwa ada penyimpang oknum atau lembaga sufi itu tidak berarti tasawuf secara keseluruhan jelek dan sesat. Kita jangan sekali-kali terjebak apada generalisir masalah. Karena sejatinya, tokoh-tokoh sufi berpendapat ajaran tasawuf harus bersendikan al-Qur\'an dan Hadis. Diluar itu ditolak!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar